Title : First Love
Author : open-e-lope ( @Openelope_ )
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto / Fanfiction © open-e-lope
Main Cast : Gaara, Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke
Pairing : NaruSasu
Rated : T
Warning : BoyxBoy/AU/OOC/Shounen-ai
Ganre : Romance/Friendship/Comedy
Summary : “Mungkin ini adalah sebuah kisah cinta segitiga. namun yang perlu aku tekankan di sini adalah tentang kau, Namikaze Naruto, yang merupakan cinta pertamaku, dia, Uchiha Sasuke, yang merupakan cinta pertamamu, dan kau pula yang merupakan cinta pertamanya. Sedangkan aku, Gaara? Aku tak tahu. Aku tak bisa egois.”
.
.
.
-Chapter 1-
.
.
.
“Naru! Jangan tarik-tarik aku! Sakit, bodoh!”
Sedangkan yang dicerca tak menggubris pemilik lengan yang sedang ia pegang –coret- cengkeram kuat-kuat. Masih setia dengan cengiran freak-nya.
“Nah, sudah sampai. Kalau kau tidak aku tarik tadi pasti dua jam ke depan kita baru tib—ADUH!”
Kalimat pemuda berambut pirang tadi membelok menjadi erangan akibat pukulan telak di kepala oleh pemuda berambut merah yang tadi ia seret.
“Jangan berlebihan. Kau pikir aku siput bisa berjalan selama itu.” Ucapnya datar, seperti biasa. Mata berbingkai hitam milik si Rambut Merah beralih pada bangunan di hadapannya, “Lagi pula kenapa kau membawaku ke sini?”
Pemuda berambut pirang hanya tersenyum lebar, atau bisa kita sebut dengan cengiran, khasnya setelah berhasil menghalau rasa nyeri di pucuk kepalanya.
“Gaara pasti belum pernah ke sini, makanya aku mengajakmu. Ayo masuk.”
“Eh? T,tapi—“ ucapan si Merah yang bernama Gaara terpotong bersamaan dengan pemuda berambut pirang yang kembali menyeretnya masuk.
.
Klining~
.
Lonceng di atas pintu utama berbunyi saat pemuda pirang itu mendorongnya. Dia berhenti membelakangi Gaara yang terpaksa ikut berhenti. Cukup bingung dengan sikap temannya –coret- sahabatnya yang seperti anak hilang itu.
“Ada apa, Naruto?” tanyanya, lagi-lagi dengan nada datar.
“Sebenarnya aku sedang mencari sese—OH!”
Lagi. Gaara harus pasrah diseret kembali oleh si Pirang yang bernama Naruto itu. Andai saja ia punya alis pasti salah satu dari kedua alisnya sudah terangkat menandakan ia sedang bingung dengan siapa yang dimaksud sahabatnya.
Kali ini Naruto menyeretnya ke luar cafe. Well, cafe atau bangunan tadi memang menyediakan spot khusus di luar bangunan. Mata hijaunya sedikit membelalak saat menyadari Naruto membawanya mendekat ke arah seorang pemuda berambut hitam kebiruan dan berkulit putih di pojok.
“Hai, Sasuke. Ini aku, Naruto.” Sapa Naruto riang.
Eh? Untuk apa Naruto menyebutkan identitasnya segala? Bukankah pemuda ini pasti akan melihatnya?, seperti itulah batin Gaara. Namun detik berikutnya Gaara merasakan hal ganjil pada pemuda yang dipanggil Sasuke tersebut. Tatapan mata hitam layaknya malam itu terlihat kosong.
“Oh, hai, Naruto. Kau datang lagi?” tanya Sasuke. Mata Gaara memicing saat Sasuke bertanya tanpa menatap lawan bicaranya.
“Yup. Dan kali ini aku tidak sendiri. Bersama sahabatku yang kuceritakan padamu, Gaara.” Naruto meraih tangan pucat Sasuke, “Gaara, ini Sasuke, ulurkan tanganmu.” Ucap naruto kepada Gaara yang hanya berkedip tak mengerti maksud Naruto, “Huh?”
“Sudah cepat lakukan.” Perintah Naruto setengah mendelik.
Masih tetap tak mengerti, dengan ragu Gaara mengulurkan tangannya menjabat tangan Sasuke. Dingin. Itulah kesan pertama Gaara saat telapak tangan mereka bersentuhan.
“Hai, Gaara. Aku Sasuke, senang bertemu denganmu.” Sasuke tersenyum lembut. Lagi-lagi Gaara merasakan keganjilan. Sasuke berbicara padanya namun seperti berbicara pada angin. Gaara tersenyum canggung, dengan tangan yang masih bertautan dengan Sasuke, “O,oh. I,iya senang bertemu denganmu, eum, Sasuke-san.”
Sasuke melepas jabatannya pelan sembari tersenyum lagi ia berkata, “Ah! Jangan seformal itu. Anggap kita teman lama. Panggil nama saja, Gaara.”
Berat Gaara mengangkat sudut-sudut bibirnya untuk tersenyum dan mengangguk, “O,oke.”
“Nah, Sasuke, temanmu bertambah satu lagi.” Seru Naruto yang dari tadi hanya cengengesan melihat adegan Gaara dan Sasuke berkenalan.
“Ya, Naruto. Aku senang. Andai saja aku bisa melihat wajah teman baruku, termasuk kau. Pasti akan sangat lengkap.”
Gaara menoleh pelan pada Naruto di sebelahnya. Telunjuknya terangkat ke arah Sasuke dengan sedikit bergetar. Bibirnya terbuka seolah ingin berkata sesuatu namun suaranya tercekat di tenggorokan.
“Benar, Gaara. Aku tak bisa melihatmu. Maaf, ya.” Ucap sasuke. Seolah mengerti arti keterdiaman dua temannya barusan. Ada rasa bersalah saat Sasuke berkata demikian di benak Gaara. Ditambah senyum lembut Sasuke yang seolah berkata, ‘apakah kau akan menyesal setelah ini?’ Menohok tentunya.
Pemuda merah itu melirik Naruto. Entah hanya perasaannya saja dia melihat kesedihan yang terpancar di sana. Tatapan manik biru yang terlihat sangat teduh dan hangat di balik kesedihan itu dan yang lebih Gaara tak mengerti adalah dada dan perutnya yang tiba-tiba terasa kebas dan kosong.
Ia melirik Sasuke yang diam dan tersenyum tipis di hadapannya lalu kembali menatap Naruto. Begitu seterusnya sampai suara pelayan memecah keheningan yang tercipta.
“Permisi. Ini daftar menunya. Silahkan dilihat, saya akan kembali lima menit la—“
“Tidak perlu.” Naruto memotong, menatap pelayan, “Aku pesan vanilla latte. Kau pesan apa, Gaara?”
Gaara mengerjap, “Oh! Eum, avocado juice saja.”
Pelayan mengangguk dan mencatat pesanan dua pemuda itu lalu berkata, “Baiklah, silahkan ditunggu.”
Naruot dan Gaara mengangguk sekali pada pelayan dan kembali menatap Sasuke yang diam.
“Jadi, kau sendiri lagi, Sasuke?” tanya Naruto seraya mencomot banana split yang masih belum tersentuh di tengah-tengah meja dan ditaksir Gaara itu milik Sasuke.
.
Plak!
.
“Aduh! Gaara! Apa-apaan, sih?” protes Naruto seraya mengusap punggung tangannya yang menjadi korban Gaara.
“Itu milik Sasuke, Naru. Jangan main comot saja.” Ucap Gaara memperingatkan walau terdengar hanya ucapan penuh kedataran.
“Biar saja, Gaara. Itu memang aku pesan khusus untuk Naruto seperti biasa dan, yeah, aku diantar oleh kakakku, Naru.” Ucap Sasuke diselingi tawa renyah.
“Tuh! Kau dengar sendiri, kan? Ini milikku, bweek!” Naruto menarik piring banana split dan menjulurkan lidahnya ke Gaara.
“Lagi pula bagaimana caraku memakannya. Pasti sangat kesulitan, hehe.” Tambah Sasuke sukses membuat Gaara menunduk dan menghentikan gerakan tangan Naruto untuk menyuapkan potongan banana split ke mulutnya.
“Ah! Itu bukan masalah, Suke. Kau tunggu saja aku datang. Selama ada aku kau bisa makan apapun yang kau suka. Heheheheh.” Seru Naruto dengan bangga, “Kau mau coba? Buka mulutmu, Ak! Ak!”
Gaara mendongak.
“Eh? T,tapi..” Sasuke menarik tubuhnya mundur saat ujung potongan banana split yang disodorkan Naruto menyentuh bibirnya.
“Sudahlah, coba dulu ini.” Paksa Naruto masih setia menjulurkan tangannya ke arah Sasuke.
“T,tapi aku tidak suka makanan manis.” Tolak Sasuke pelan.
“Coba dulu, Sasu-chan~”
.
Deg!
.
Mata Gaara melebar. Telinganya sedikit panas.
Mau tak mau Sasuke membuka mulutnya dan dengan segera Naruto menyuapkan banana split ke mulut Sasuke.
“Enak, bukan? Makanan manis tidak selamanya buruk, kok.” Cengiran Naruto melebar melihat anggukan kepala Sasuke dengan mulut penuh hingga membuat kedua pipinya terlihat gemuk.
“Hahah, kau lucu, Suke~”
Tangan Naruto kembali terulur kini untuk mengacak rambut kelam Sasuke yang terlihat lembut membuat sang empunya merona.
Sepertinya mereka melupakan seseorang yang kini tengah menundukkan kepala.
.
Grak!
.
“A,aku ke toilet.”
Gaara bernajak dari kursi menuju ke dalam cafe. Naruto hanya menatap punggung sahabatnya itu yang lamat-lamat menghilang di balik pintu cafe kemudian mengedikkan bahu dan kembali menyantap banana splitnya.
“Gaara baik-baik saja, Naruto?” tanya Sasuke. Pemuda pirang itu mendongak dengan garpu yang masih berada di dalam mulut, “Tentu saja. Memangnya kenapa?”
Sasuke menyamankan duduknya, “Aku hanya merasa tidak enak padanya.”
Kedua alis Naruto terangkat kemudian tersenyum lebar mendengar, “Hahah tak perlu sungkan dengan Gaara, Sasuke. Gaara itu orangnya baik, kok. Yeah, meski penampilannya seperti itu. Kadang sadis juga, sih -_-“
“Siapa yang sadis?”
.
Glek!
.
Naruto terlihat kesusahan menelan ludah. Perlahan dia menoleh ke samping di mana Gaara berdiri menjulang di sebelahnya.
“Oh, hehehehe, Gaara sudah kembali rupanya.” Ujar Naruto riang plus cengiran lebar yang terkesan kaku.
“Kutanya siapa yang sadis?” datar dan dingin Gaara mengulang pertanyaannya. Naruto mulai merasakan peluh mengucur di punggung dan pelipisnya.
“B,bukan siapa-siapa, Gaara. Hehehehe~”
Gaara menarik kursi dan duduk kembali di tempatnya, “Kukira kau sedang bergosip.”
.
Twitch!
.
Tiga sudut siku-siku muncul di kening Naruto.
“Aku bukan perempuan, Gaara!”
“Tapi kau senang bergosip.” Ujar Gaara tenang.
“Aku tidak bergosip!”
“Tapi kau membicarakan orang lain.”
“Benar! E,eh? O_O A,apa? Tidak!”
“Bertaruh?”
“Che! Umm,” mata Naruto melirik ke bawah, “Setidaknya aku berkata yang baik.”
“Sejak kapan sadis termasuk hal yang baik?”
“Tergantung sikon, Gaara.”
“Kau bergosip.”
“Tidaaak! Aaaaargh!”
Mereka terus berdebat. Naruto terlihat mecak-mencak heboh dengan gaya khasnya sedangkan Gaara tetap memasang tampang stoic dan nada datar di setiap kalimat. Mengabaikan seseorang di hadapan mereka yang sedari tadi tersenyum mendengar adu argumen kecil antara dua sahabat itu.
“Hmm, kalian sangat akrab, ya?”
Keduanya menatap Sasuke yang berkata barusan.
“Tentu saja. Gaara ini teman baikku sejak kecil, Suke. Benar, kan, Gaara?” seru Naruto bangga seraya merangkul pundak Gaara di sampingnya dengan senyum lebar seolah lupa akan adu argumen tadi.
“Hn.”
Senyum Naruto memudar. Berganti dengan cemberut mendengar respon sahabatnya.
“Andai aku juga punya sahabat. Pasti menyenangkan. Tak akan kesepian.” Ujar Sasuke melirih di akhir kalimatnya seraya menunduk.
Melihat itu Naruto meraih tangan pucat Sasuke dan menggenggamnya erat.
“Tenag saja. Kau sudah menemukan sahabatmu, Suke. Aku dan Gaara dengan senang hati menemanimu.”
Gaara mendongak. Entah apa yang melandanya saat ini dan kenapa itu terjadi Gaara tak tahu. Yang jelas benaknya sedang tidak dalam keadaan baik. Terlebih melihat Naruto yang menggenggam tangan Sasuke begitu erat. Tatapan yang sangat tulus dari pemuda pirang itu. Bukan tak senang. Hanya saja dia, cemburu.